Langsung ke konten utama

Sejarah LTN NU dan Tradisi Literasi

Mengarang kemudian mencetak atau menerbitkan (ta’lif wan nasyr) bukan sesuatu yang baru dan wow. Keseharian mereka berkaitan langsung dengan konten yang diprodukis dari ta’lif dan nasyr itu, yaitu kitab kuning. Bahkan, tak sedikit para kiai yang melakukan ta’lif dan nasyr tersebut, yaitu mengarang sebuah kitab dan mencetaknya.
Namun, secara kelembagaan, ta’lif dan nasyr baru dibentuk pada masa awal kepemimpinan ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Menurut Ensiklopedia NU, keberadaan LTNNU merupakan rekomendasi muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984.
Tujuan awal keberadan lembaga ini adalah untuk melakukan sosialisasi keputusan-ketutusan muktamar, terutama menyangkut khittah 1926. Menurut Kepala Perpustakaan NU Syatiri Ahmad, muktamar tersebut merekomendasikan lembaga itu karena para kiai kesulitan menemukan hasil-hasil muktamar sebelumnya. Mereka khawatir buah karya musyawarah para kiai yang dilakukan puluhan tahun tersebut punah.
Selain itu, rekomendasi lembaga tersebut adalah untuk sosialisasi keputusan yang waktu itu sangat penting, perubahan status NU dari partai politik kembali ke ormas keagamaan. Sebagaimana diketahui pada muktamar tersebut, NU menyatakan secara resmi menjadi ormas keagamaan sebagaimana awal didirikan. Sebab, sejak tahun 1952, yaitu pada Muktamar Palembang memutuskan menjadi partai politik. Status tersebut mulai berakhir pada tahun 1987. Kemudian total secara organisasi tahun 1984. Keputusan lain yang perlu disosialisaasikan waktu itu adalah NU menyatakan menerima Pancasila sebagai asas tunggal.
Karya dan Pengurus LTNNU
Lembaga ini pernah menerjemahkan kitab Nihayatuz Zain karya Syekh Nawawi Banten, menerbitkan buku-buku keputusan resmi PBNU seperti hasil muktamar dan musyawarah nasional alim ulama dan konferensi besar NU serta menerbitkan sejumlah buku biografi tokoh-tokoh NU.
Di antara tokoh yang pernah diteritkan adalah Berzikir Menyiasaru Angin, sebuah biografi tentang perjalanan hidup tokoh NU dari Sumatera Utara KH Zainul Arifin.
Lembaga ini juga pernah melakukan penelitian sejarah masuknya NU di Lombok, Sulawesi Selatan, Sumatera, dan lain-lain.
Lembaga ini juga pernah menerbitkan Warta NU sebagai media komunikasi dan sosialisasi kebijkan PBNU kepada masyarakat. Kemudian berhenti dan sekarang dilanjutkan dengan menerbitkan majalah Risalah Nahdlatul Ulama yang terbit tiap bulan.
Memasuki era digital, LTNNU pada 2003 meluncurkan situs resmi yang dikelola dari gedung PBNU yaitu NU Online. Situs tersebut tetap bertahan dan berkembang hingga sekarang. Bahkan menjadi situs nomor satu dalam layanan keislaman Ahlussunah wal Jamaah.
Kanal di situs tersebut, tidak hanya memberitakan kegiatan-kegiatan resmi NU, tapi juga pesantren, kiai, santri, dan para pengurus NU. Di samping itu juga memuat buah pikiran dari pembaca serta mengapresiasi seni dan budaya melalui kanal cerpen dan puisi. Namun, situs tersebut lebih memperkuat konten keislaman yang dikemas dengan gaya populer dan ringan.
Beberapa orang yang pernah menjadi Ketua LTNNU adalah H Ichwan Syam (1984-1994), Choirul Anam (1994-1999), Abdul Mun’im DZ (1999-2010), Sulton Fathoni (2010-2015), Juri Ardiantoro (2015-2016). Karena Juri terpilih menjadi ketua PBNU, ia digantikan Hari Usmayadi (2016-sekarang).
Penerbitan Sejak NU berdiri
Meski secara lembaga baru dibentuk pada tahun 1984, aktivitas penerbitan telah berlangsung sejak awal NU berdiri. Pada tahun 1930-an, NU mendirikan sebuah majalah yaitu Swara Nahdlatoel Oelama (SNO). Majalah tersebut terbit dengan menggunakan huruf Arab pegon dan berbahasa Jawa. Isinya lebih banyak mengupas masalah-masalah keagamaan yang berkembang saat itu. Misalnya membahas ulang keputusan-keputusan muktamar NU yang telah berlangsung serta menjawab pertanyaan yang diajukan pembaca.
Kemudian ketika NU mulai berkembang ke luar Jawa, majalah tersebut berubah menjadi Berita Nahdlatoel Oelama. Kali ini, kecuali hadits dan ayat Al-Qur’an, serta qaul-qaul ulama, majalah itu menggunakan huruf Latin dan dengan bahasa Melayu. Pada waktu bersamaan, NU juga memiliki majalah lain yaitu Oetoesan Nahdlatoel Oelama.
Penerbitan makin berkembang ketika NU memiliki lembaga yang menangani khusus satu bidang, misalnya pendidikan yaitu Ma’arif. Pada awal dibentuk, lembaga tersebut dipimpin KH Wahid Hasyim. Ia menerbitkan sebuah majalah bernama Soeloeh Nahdlatoel Oelama (1941).
Ketika cabang-cabang NU makin berkembang di berbagai daerah, di antara mereka ada pula yang mengupayakan majalah seperti PCNU Surabaya yang memiliki Kemoedi NU dan Tasikmalaya yang memiliki Al-Mawaidz.
Tak ketinggalan, badan otonom NU waktu itu, Ansor Nahdltoel Oelama juga menerbitkan majalahnya yaitu Soeara Ansor NU.
Salah satu aktivitas yang terkait dengan ta’lif wan nasyr bisa dilihat dalam catatan KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren
“Karena tertarik pada jurnalistik ala Berita NU aku berusaha untuk bisa menulis di dalamnya. Beberapa kali tulisanku tak bisa dimuat, tetapi akhirnya salah satu karanganku dimuat setelah mendapat petunjuk-petunjuk seperlunya dari KH Mahfudz Shiddiq selaku pemimpin umu/pemimpin redaksi Berita NU. Tulisanku yang pertama, Islam dan Persatuan. (Abdullah Alawi).
Sumber
https://ltnnu.org/2019/05/17/sejarah-lembaga-talif-wan-nasyr-nahdlatul-ulama/

Komentar

Mulailah Dengan Bismillaahirrahmaanirrahiim

KIAI AS'AD, QASHIDAH ISTIGHATSAH DAN RASULULLAH

Jelang hari kelahiran Baginda Nabi, kebiasaan Kiai As'ad bin Syamsul Arifin yaitu mengumpulkan seluruh santri dan diberi wejangan, salah satu diantaranya ialah "Kalian membersihkan pondok dan mengecat kamar, jangan salah niat, niatkan menghormat RASULULLAH SAW". Dalam tahun 1988 diacara maulid yang dihadiri tiga Muballigh Kenamaan -KH.Syukron Makmun -KH.Abdul Mujib Ridlwan dan -KH.Zainuddin MZ.  Diawali dengan pembacaan Qashidah Istighatsah yg dipimpin langsung oleh Kiai As'ad. Begitu Ya Arhamarrohimin dibacakan, tiba-tiba suaranya meninggi dan menjeritkan kata "RASULULLAH RABU (HADIR)" . Kontan saja semua hadirin, histeris. TANBAHAN: Kisah ini dari berbagai sumber: sejumlah santri konah (lawas) *Semoga Allah selalu memuliakan Ulama serta perawi diatas dan kita bisa meneguk hikmah dari kisah ini.

Prof. Dr. Quraish Shihab Merasa Belum Layak Dipanggil "Habib"

Secara harfiah, habib berarti “orang yang mencintai”. Meski demikian, menjadi habib tidak sesederhana arti harfiahnya. “Pengertiannya bukan hanya orang yang mencintai, tapi termasuk orang yang dicintai, Al-Mahbub,” kata Habib Ahmad Muhammad bin Alatas, Ketua Maktab Nasab Rabithah Alawiyah --organisasi pencatat silsilah habib di Indonesia. Tak sembarang orang bisa jadi habib. Ini bukan gelar yang datang dari langit atau panggilan biasa. Habib ialah gelar yang disematkan kepada orang-orang yang punya pertalian darah, yang memiliki garis keturunan, dengan Nabi Muhammad. Bahkan tak cuma itu. Menjadi habib bukan perkara mudah. Ada kriteria dan mekanisme yang harus dipenuhi. Mereka mesti menyerahkan daftar silsilah turunan Rasul hingga tujuh tangga keluarga ke atas. Berbagai syarat administrasi pun wajib dipenuhi. Semua itu diatur oleh Rabithah Alawiyah. Habib, di kalangan Arab-Indonesia, lebih menjadi titel kebangsawanan orang-orang Timur Tengah kerabat Nabi Muhammad SAW --d

Mulailah Dengan Bismillaahirrahmaanirrahiim

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang . Indera pengucap membacanya dan hati menghadirkan rasa diKasihi diSayangi, sehingga diri, benar-benar merasakan belaian Kasih SayangNya. Waktu kita hendak tidur bacalah Bismillahirrahmanirrahim dan bawalah hati ini larut dalam rasa bahwa Allah sejak seharian kita beraktifitas sampai detik tidur menjelang, IA-lah yang senantiasa menjaga kita hingga mata ini terpejam menyelam dalam mimpi-mimpi malam dan setibanya waktu terjaga, rasakanlah kembali dalam syukur atas nikmat tidur dan lagi-lagi Allah-lah yang telah menghidup bangunkan kita kembali dari kematian sesaat. Kemudian Saatnya waktu makan minum, bacalah Bismillahirrahmanirrahim lalu ajaklah hatimu untuk merasakan betapa dahsyat hebatnya sifat Rahman Rahim Allah yang tetap mempercayakan sekian titipanNya berupa mata masih bisa jelas melihat hidangan, indera pencium masih aktif mendeteksi aroma, tangan juga mampu menggenggam, mengangkat terus menghantar makananminum

Menjaga Lisan Dari 8 Perkara Oleh Imam Al Ghazali

Dalam karyanya, "Bidayatul Hidayah" ketika seseorang bermaksiat sesungguhnya ia telah melakukan maksiat dengan anggota badannya, padahal anggota badan merupakan nikmat dan karunia besar Allah. Terkait lidah, ia diciptakan agar dengannya kita bisa banyak berzikir kepada Allah Swt, membaca kitab suci-Nya, memberi petunjuk kepada manusia. Lidah merupakan anggota badan yang paling dominan. Imam Al-Ghazali rahimahullah berpesan untuk memelihara lidah agar kita tidak terjerumus ke dalam neraka. Maka, peliharalah lidahmu dari 8 perkara ini: 1. Berdusta. Jagalah lidahmu agar jangan sampai berdusta baik dalam keadaan serius maupun bercanda. Jangan biasakan dirimu berdusta dalam canda karena hal itu akan mendorongmu untuk berdusta dalam hal yang bersifat serius. Berdusta termasuk induk dosa-dosa besar. 2. Mengingkari Janji. Jangan menjanjikan sesuatu tapi kemudian tidak menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik kepada manusia dalam bentuk tingkah laku, bukan dalam bentuk pe

Rasulullah Lupa Bilangan Raka'at

Ilustrasi Benar adanya bahwa Rasulullah juga pernah lupa. Cerita ini berawal   ketika Rasulullah menjalankan shalat Isya bersama para sahabatnya di Masjid Nabawi. Beliau bertindak sebagai imam. Ketika semuanya sudah siap, Rasulullah memulai shalat dengan takbiratul ihramdan mengakhirinya dengan salam. Setelah shalat, Rasulullah berdiam diri di dalam masjid. Hingga saat ini, beliau belum menyadari kalau rakaat shalatnya kurang. Para sahabat yang menjadi makmumnya menjadi bingung. Mengapa Rasulullah shalat Isya dua rakaat? Padahal status mereka tidak musafir. Mereka menjadi menerka-nerka; apakah Rasulullah lupa atau memang ada wahyu yang baru turun dan merevisi jumlah shalat Isya menjadi dua rakaat? Di tengah kebingungan dan kebimbangan para sahabat itu, seorang sahabat yang dijuluki Dzul Yadain –karena tangannya berukuran panjang- mendatangi Rasulullah. Dia lalu bertanya kepada Rasulullah perihal shalat Isya yang dua rakaat itu. “Wahai Rasulullah, apakah engkau tadi memang

ABDUL AZIZ AKAN SEGERA MEREVISI DISERTASINYA YANG KONTROVERSIAL

Abdul Aziz, Mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga, yang membuat disertasi berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur Sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Marital” akhirnya angkat bicara. Ia meminta maaf kepada publik atas disertasinya yang kontroversial tersebut. Abdul Aziz berjanji akan mengikuti prosedur kampus selanjutnya, termasuk merevisi tulisannya sesuai rekomendasi dari para penguji. “Saya akan merevisi disertasi tersebut, berdasarkan kritik dan saran dari para promotor dan penguji dalam ujian terbuka, termasuk mengubah judul disertasi ini. Perubahan yang akan saya lakukan ada pada judul menjadi ‘problematika konsep Milk al Yamin dalam pemikiran Muhammad Syahrur’ dan menghilangkan beberapa bagian yang kontroversial di dalam disertasi,” katanya saat konferensi pers di UIN Sunan Kalijaga, Selasa (3/9) disertasi mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Aziz, menjadi buah bibir di kalangan para pemikir dan aktivis Islam. Banyak pertanyaan menyusul diloloskannya k

YUK SHOLAT BERJAMA'AH : ADA 7 KEUTAMAAN YANG KITA DAPAT

Shalat Fardhu Secara Berjamaah bukan saja penting, tetapi lebih merupakaan suatu keutamaan yang luar biasa bahkan besar pahala sekaligus manfaat serta keberkahan yang Allah langsung menggaransi bagi para pelakunya. Yuk langsung aja kita baca dan perhatikan dengan seksama. 1. Allah SWT akan melipatgandakan pahala bagi mereka yang melaksanakan sholat secara berjama’ah Rosulullah sholallahu Alaihi Wassalam bersabda : صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ Artinya “ Shalat seorang laki-laki dengan berjama

JELANG MOMENTUM KEMERDEKAAN (2)

Di usia yang ke 72 tahun, Indonesia sudah layak - menjadi Negara bangsa (nation state) – setara dengan Negara-negara besar lainnya. Dengan potensi alam dan hutan gemah-geripah loh jinawi beserta kayanya flora, dengan potensi laut berikut sungai yang membentang luas beranugerah fauna dan terumbu karang. Belum lagi anugerah potensi anak-anak bangsa yang Adagium “Bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya.” Ungkapan diatas akan selalu relevan terutamakali bila kita membuka kembali lembaran sejarah dari sekian perjalanan bangsa ini. Tentu saja kita masih ingat dari apa yang telah kita pelajari melalui sekolah ataupun kesaksian para pelaku sejarah mengenai pengorbanan yang sudah pahlawan berikan. Tak tanggung-tanggung raga, bahkan jiwa sekalipun, dengan lapang dada mereka persembahkan demi terwujudnya Negara dan Bangsa yang merdeka. Suatu bangsa yang   sama sekali menjauh dari mental inlander . Suatu bangsa yang tidak menengadah melainkan hanya kepad

JELANG MOMENTUM PERAYAAN KEMERDEKAAN (1)

“BANGSA YANG BESAR IALAH BANGSA YANG MENGHARGAI JASA-JASA PARA PAHLAWANNYA.” Ungkapan diatas akan selalu relevan terutamakali bila kita membuka kembali lembaran sejarah dari sekian perjalanan bangsa ini. Tentu saja kita masih ingat dari apa yang telah kita pelajari melalui sekolah ataupun kesaksian para pelaku sejarah mengenai pengorbanan yang sudah pahlawan berikan. Tak tanggung-tanggung raga, bahkan jiwa sekalipun, dengan lapang dada mereka persembahkan demi terwujudnya Negara dan Bangsa yang merdeka. Suatu bangsa yang   sama sekali menjauh dari mental inlander . Suatu bangsa yang tidak menengadah melainkan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian zaman terus berpola, bergerak dan kian berubah. Di era masyarakat milenial, kita yang hidup di zaman now, tentulah mengalami peristiwa yang berbeda dengan saat-saat perjuangan kala itu. Bila perlawanan tempo dulu mengangkat senjata. Maka tugas kita adalah mengisi kemerdekaan yang ke 72 ini dengan meninggalkan seluruh aktifitas ya