Langsung ke konten utama

Prof. Dr. Quraish Shihab Merasa Belum Layak Dipanggil "Habib"

Secara harfiah, habib berarti “orang yang mencintai”. Meski demikian, menjadi habib tidak sesederhana arti harfiahnya.
“Pengertiannya bukan hanya orang yang mencintai, tapi termasuk orang yang dicintai, Al-Mahbub,” kata Habib Ahmad Muhammad bin Alatas, Ketua Maktab Nasab Rabithah Alawiyah --organisasi pencatat silsilah habib di Indonesia.
Tak sembarang orang bisa jadi habib. Ini bukan gelar yang datang dari langit atau panggilan biasa. Habib ialah gelar yang disematkan kepada orang-orang yang punya pertalian darah, yang memiliki garis keturunan, dengan Nabi Muhammad. Bahkan tak cuma itu.
Menjadi habib bukan perkara mudah. Ada kriteria dan mekanisme yang harus dipenuhi. Mereka mesti menyerahkan daftar silsilah turunan Rasul hingga tujuh tangga keluarga ke atas. Berbagai syarat administrasi pun wajib dipenuhi. Semua itu diatur oleh Rabithah Alawiyah.

Habib, di kalangan Arab-Indonesia, lebih menjadi titel kebangsawanan orang-orang Timur Tengah kerabat Nabi Muhammad SAW --dari keturunan putri Rasulullah, Fatimah, dengan Ali bin Abi Thalib.
Meski demikian, tak semua memandangnya jadi hal utama. Contohnya Quraish Shihab. Quraish Shihab, akademisi, mufasir, dan menteri agama era Soeharto itu sesungguhnya punya semua persyaratan untuk menjadi seorang habib.
Quraish merupakan cucu dari Habib Ali bin Abdurrahman, habib asli asal Hadhramaut, Yaman. Tak hanya dari segi silsilah, Quraish juga teruji secara keilmuan. Ia dihormati berbagai kalangan karena kemampuan akademik dan agama yang jempolan.
Namun, Quraish Shihab menolak menggunakan gelar habib. Kenapa?


Dalam buku biografinya, Cahaya, Cinta, dan Canda, Quraish mengatakan bahwa ia keberatan menyandang gelar tersebut karena pengertian dan kesan tentang habib di Indonesia telah berkembang jauh.
Quraish sadar ada pergeseran persepsi terkait habib di Indonesia. Di Indonesia, habib berkembang menjadi sebuah kesan. Yakni, kesan menjadi orang yang berilmu wahid dan dekat dengan Rasul. Quraish juga mengkhawatirkan adanya kemungkinan asosiasi Rasul dengan dirinya. Singkatnya, gelar habib di Indonesia menurut Quraish terkesan “mengandung unsur pujian”. Maka ia berkukuh menolak memakai gelar habib, meski berhak.
Quraish berpandangan, mereka yang pantas memanggul gelar habib, selain karena faktor keilmuan dan silsilah, harus pula dilihat akhlaknya. “Saya merasa, saya butuh untuk dicintai, saya ingin mencintai. Tapi rasanya saya belum wajar untuk jadi teladan. Karena itu saya tidak, belum ingin dipanggil Habib,” ujar Quraish halus. Quraish juga enggan menyandang gelar kiai. Terlebih sang ayah, Habib Abdurrahman, mengajarkan kepada anak-anaknya untuk tidak menonjolkan gelar apapun, apalagi yang berasal dari garis keturunan.
Kami, kendati memiliki garis keturunan terhormat Tidak sekalipun mengandalkan garis keturunan Keluarga besar Shihab pun demikian. Alwi Shihab dan Umar Shihab, kedua adik Quraish Shihab, juga memilih untuk tidak menggunakan gelar habib.
Alwi mengkhawatirkan adanya fenomena kemunculan habib-habib yang tidak sesuai dengan aturan dan tidak mencerminkan akhlak seorang yang pantas dipanggil habib. Alwi menyebutnya sebagai “inflasi habib,” di mana jumlah habib yang bertambah justru menjadikan nilai mereka turun. Kami membangun sebagaimana leluhur kami membangun dan berbuat serupa dengan apa yang mereka perbuat*
Ketiga bersaudara itu sepakat hanya memakai sebutan habib untuk kakek mereka, Habib Ali bin Abdurrahman. Sebab, menurut Quraish, cinta sang kakek demikian besar kepada cucu-cucunya.
Maka habib, yang berarti orang yang mencintai, dirasa Quraish sudah tepat untuk kakeknya yang kelahiran Yaman itu.

Lantas Quraish lebih suka dipanggil bagaimana?
“Udah deh nggak usah repot-repot pangil saya habib atau kiai. Panggil saya ustaz saja,” ucapnya tersenyum.Ustaz berarti “guru,” dan Quraish yang mantan rektor IAIN tak keberatan menjadi sosok yang berbagi ilmu. meski demikian. dalam analisa saya bagi kita yang mengerti rasanya lebih layak jika memanggil beliau dengan panggilan Habib. walaupun beliau keberatan.

(sumber : https://kumparan.com/@kumparannews/quraish-shihab-sekeluarga-memilih-melepas-gelar-habib)

Komentar

Mulailah Dengan Bismillaahirrahmaanirrahiim

KIAI AS'AD, QASHIDAH ISTIGHATSAH DAN RASULULLAH

Jelang hari kelahiran Baginda Nabi, kebiasaan Kiai As'ad bin Syamsul Arifin yaitu mengumpulkan seluruh santri dan diberi wejangan, salah satu diantaranya ialah "Kalian membersihkan pondok dan mengecat kamar, jangan salah niat, niatkan menghormat RASULULLAH SAW". Dalam tahun 1988 diacara maulid yang dihadiri tiga Muballigh Kenamaan -KH.Syukron Makmun -KH.Abdul Mujib Ridlwan dan -KH.Zainuddin MZ.  Diawali dengan pembacaan Qashidah Istighatsah yg dipimpin langsung oleh Kiai As'ad. Begitu Ya Arhamarrohimin dibacakan, tiba-tiba suaranya meninggi dan menjeritkan kata "RASULULLAH RABU (HADIR)" . Kontan saja semua hadirin, histeris. TANBAHAN: Kisah ini dari berbagai sumber: sejumlah santri konah (lawas) *Semoga Allah selalu memuliakan Ulama serta perawi diatas dan kita bisa meneguk hikmah dari kisah ini.

Mulailah Dengan Bismillaahirrahmaanirrahiim

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang . Indera pengucap membacanya dan hati menghadirkan rasa diKasihi diSayangi, sehingga diri, benar-benar merasakan belaian Kasih SayangNya. Waktu kita hendak tidur bacalah Bismillahirrahmanirrahim dan bawalah hati ini larut dalam rasa bahwa Allah sejak seharian kita beraktifitas sampai detik tidur menjelang, IA-lah yang senantiasa menjaga kita hingga mata ini terpejam menyelam dalam mimpi-mimpi malam dan setibanya waktu terjaga, rasakanlah kembali dalam syukur atas nikmat tidur dan lagi-lagi Allah-lah yang telah menghidup bangunkan kita kembali dari kematian sesaat. Kemudian Saatnya waktu makan minum, bacalah Bismillahirrahmanirrahim lalu ajaklah hatimu untuk merasakan betapa dahsyat hebatnya sifat Rahman Rahim Allah yang tetap mempercayakan sekian titipanNya berupa mata masih bisa jelas melihat hidangan, indera pencium masih aktif mendeteksi aroma, tangan juga mampu menggenggam, mengangkat terus menghantar makananminum

Menjaga Lisan Dari 8 Perkara Oleh Imam Al Ghazali

Dalam karyanya, "Bidayatul Hidayah" ketika seseorang bermaksiat sesungguhnya ia telah melakukan maksiat dengan anggota badannya, padahal anggota badan merupakan nikmat dan karunia besar Allah. Terkait lidah, ia diciptakan agar dengannya kita bisa banyak berzikir kepada Allah Swt, membaca kitab suci-Nya, memberi petunjuk kepada manusia. Lidah merupakan anggota badan yang paling dominan. Imam Al-Ghazali rahimahullah berpesan untuk memelihara lidah agar kita tidak terjerumus ke dalam neraka. Maka, peliharalah lidahmu dari 8 perkara ini: 1. Berdusta. Jagalah lidahmu agar jangan sampai berdusta baik dalam keadaan serius maupun bercanda. Jangan biasakan dirimu berdusta dalam canda karena hal itu akan mendorongmu untuk berdusta dalam hal yang bersifat serius. Berdusta termasuk induk dosa-dosa besar. 2. Mengingkari Janji. Jangan menjanjikan sesuatu tapi kemudian tidak menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik kepada manusia dalam bentuk tingkah laku, bukan dalam bentuk pe

Rasulullah Lupa Bilangan Raka'at

Ilustrasi Benar adanya bahwa Rasulullah juga pernah lupa. Cerita ini berawal   ketika Rasulullah menjalankan shalat Isya bersama para sahabatnya di Masjid Nabawi. Beliau bertindak sebagai imam. Ketika semuanya sudah siap, Rasulullah memulai shalat dengan takbiratul ihramdan mengakhirinya dengan salam. Setelah shalat, Rasulullah berdiam diri di dalam masjid. Hingga saat ini, beliau belum menyadari kalau rakaat shalatnya kurang. Para sahabat yang menjadi makmumnya menjadi bingung. Mengapa Rasulullah shalat Isya dua rakaat? Padahal status mereka tidak musafir. Mereka menjadi menerka-nerka; apakah Rasulullah lupa atau memang ada wahyu yang baru turun dan merevisi jumlah shalat Isya menjadi dua rakaat? Di tengah kebingungan dan kebimbangan para sahabat itu, seorang sahabat yang dijuluki Dzul Yadain –karena tangannya berukuran panjang- mendatangi Rasulullah. Dia lalu bertanya kepada Rasulullah perihal shalat Isya yang dua rakaat itu. “Wahai Rasulullah, apakah engkau tadi memang

ABDUL AZIZ AKAN SEGERA MEREVISI DISERTASINYA YANG KONTROVERSIAL

Abdul Aziz, Mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga, yang membuat disertasi berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur Sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Marital” akhirnya angkat bicara. Ia meminta maaf kepada publik atas disertasinya yang kontroversial tersebut. Abdul Aziz berjanji akan mengikuti prosedur kampus selanjutnya, termasuk merevisi tulisannya sesuai rekomendasi dari para penguji. “Saya akan merevisi disertasi tersebut, berdasarkan kritik dan saran dari para promotor dan penguji dalam ujian terbuka, termasuk mengubah judul disertasi ini. Perubahan yang akan saya lakukan ada pada judul menjadi ‘problematika konsep Milk al Yamin dalam pemikiran Muhammad Syahrur’ dan menghilangkan beberapa bagian yang kontroversial di dalam disertasi,” katanya saat konferensi pers di UIN Sunan Kalijaga, Selasa (3/9) disertasi mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Aziz, menjadi buah bibir di kalangan para pemikir dan aktivis Islam. Banyak pertanyaan menyusul diloloskannya k

YUK SHOLAT BERJAMA'AH : ADA 7 KEUTAMAAN YANG KITA DAPAT

Shalat Fardhu Secara Berjamaah bukan saja penting, tetapi lebih merupakaan suatu keutamaan yang luar biasa bahkan besar pahala sekaligus manfaat serta keberkahan yang Allah langsung menggaransi bagi para pelakunya. Yuk langsung aja kita baca dan perhatikan dengan seksama. 1. Allah SWT akan melipatgandakan pahala bagi mereka yang melaksanakan sholat secara berjama’ah Rosulullah sholallahu Alaihi Wassalam bersabda : صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ Artinya “ Shalat seorang laki-laki dengan berjama

JELANG MOMENTUM KEMERDEKAAN (2)

Di usia yang ke 72 tahun, Indonesia sudah layak - menjadi Negara bangsa (nation state) – setara dengan Negara-negara besar lainnya. Dengan potensi alam dan hutan gemah-geripah loh jinawi beserta kayanya flora, dengan potensi laut berikut sungai yang membentang luas beranugerah fauna dan terumbu karang. Belum lagi anugerah potensi anak-anak bangsa yang Adagium “Bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya.” Ungkapan diatas akan selalu relevan terutamakali bila kita membuka kembali lembaran sejarah dari sekian perjalanan bangsa ini. Tentu saja kita masih ingat dari apa yang telah kita pelajari melalui sekolah ataupun kesaksian para pelaku sejarah mengenai pengorbanan yang sudah pahlawan berikan. Tak tanggung-tanggung raga, bahkan jiwa sekalipun, dengan lapang dada mereka persembahkan demi terwujudnya Negara dan Bangsa yang merdeka. Suatu bangsa yang   sama sekali menjauh dari mental inlander . Suatu bangsa yang tidak menengadah melainkan hanya kepad

JELANG MOMENTUM PERAYAAN KEMERDEKAAN (1)

“BANGSA YANG BESAR IALAH BANGSA YANG MENGHARGAI JASA-JASA PARA PAHLAWANNYA.” Ungkapan diatas akan selalu relevan terutamakali bila kita membuka kembali lembaran sejarah dari sekian perjalanan bangsa ini. Tentu saja kita masih ingat dari apa yang telah kita pelajari melalui sekolah ataupun kesaksian para pelaku sejarah mengenai pengorbanan yang sudah pahlawan berikan. Tak tanggung-tanggung raga, bahkan jiwa sekalipun, dengan lapang dada mereka persembahkan demi terwujudnya Negara dan Bangsa yang merdeka. Suatu bangsa yang   sama sekali menjauh dari mental inlander . Suatu bangsa yang tidak menengadah melainkan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian zaman terus berpola, bergerak dan kian berubah. Di era masyarakat milenial, kita yang hidup di zaman now, tentulah mengalami peristiwa yang berbeda dengan saat-saat perjuangan kala itu. Bila perlawanan tempo dulu mengangkat senjata. Maka tugas kita adalah mengisi kemerdekaan yang ke 72 ini dengan meninggalkan seluruh aktifitas ya