Langsung ke konten utama

Menjaga Lisan Dari 8 Perkara Oleh Imam Al Ghazali

Dalam karyanya, "Bidayatul Hidayah" ketika seseorang bermaksiat sesungguhnya ia telah melakukan maksiat dengan anggota badannya, padahal anggota badan merupakan nikmat dan karunia besar Allah.
Terkait lidah, ia diciptakan agar dengannya kita bisa banyak berzikir kepada Allah Swt, membaca kitab suci-Nya, memberi petunjuk kepada manusia.
Lidah merupakan anggota badan yang paling dominan.
Imam Al-Ghazali rahimahullah berpesan untuk memelihara lidah agar kita tidak terjerumus ke dalam neraka. Maka, peliharalah lidahmu dari 8 perkara ini:
1. Berdusta.
Jagalah lidahmu agar jangan sampai berdusta baik dalam keadaan serius maupun bercanda. Jangan biasakan dirimu berdusta dalam canda karena hal itu akan mendorongmu untuk berdusta dalam hal yang bersifat serius. Berdusta termasuk induk dosa-dosa besar.
2. Mengingkari Janji.
Jangan menjanjikan sesuatu tapi kemudian tidak menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik kepada manusia dalam bentuk tingkah laku, bukan dalam bentuk perkataan. Jika engkau terpaksa berjanji, jangan sampai mengingkari janji itu kecuali jika engkau betul-betul tak berdaya atau ada halangan darurat. Nabi SAW bersabda, "Ada tiga hal, yang jika ada di antara kalian yang jatuh ke dalamnya maka ia termasuk munafik, walaupun ia puasa dan salat. Yaitu, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat."
3. Ghibah (Menggunjing).
Peliharalah lidahmu dari menggunjing orang. Dalam Islam, orang yang melakukan perbuatan itu lebih hina daripada tiga puluh orang pezina. Makna ghibah adalah membicarakan seseorang dengan sesuatu yang ia benci jika ia mendengarnya. Walaupun engkau berkata benar, hindarilah untuk menggunjing secara halus. Misalnya menyatakan maksudmu secara tidak Iangsung dengan berkata, "Semoga Allah memperbaiki orang itu. Sungguh tindakannya sangat buruk padaku. Kita meminta kepada Allah agar Dia memperbaiki kita dan dia." Di sini terkumpul dua hal yang buruk, yaitu ghibah dan merasa bahwa diri sendiri bersih tidak bersalah. Jika engkau benar-benar bermaksud mendoakannya, berdoalah secara rahasia. Cukuplah firman Allah ini menghalangimu dari gibah, "Jangan sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian senang memakan daging saudaranya yang sudah mati. Pasti kalian tidak menyukainya," (QS Al-Hujurat: 12).
4. Berdebat
Dengan berdebat, kita telah menyakiti, menganggap bodoh, dan mencela orang yang kita debat. Selain itu, kita menjadi berbangga diri serta merasa lebih pandai dan berilmu. Manakala engkau mendebat orang bodoh, ia akan menyakitimu. Sedangmendebat orang pandai, ia akan membenci dan dengki padamu. Nabi SAW bersabda, "Siapa yang meninggalkan perdebatan sedang ia dalam keadaan salah, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di tepi surga. Dan siapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia dalam posisi yang benar, Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga yang paling tinggi". Jangan sampai kita tertipu oleh setan yang berkata padamu, 'Tampakkan yang benar, jangan bersikap lemah,' Sebab, setan selalu akan menjerumuskan orang dungu kepada keburukan dalam bentuk kebaikan.
5. Mengklaim Diri Bersih dari Dosa.
Allah Ta'ala berfirman, "Jangan kalian merasa suci. Dia yang lebih mengetahui siapa yang bertakwa" (QS An-Najm: 32). Sebagian ahli hikmat ditanya, "Apa itu jujur yang buruk?" Mereka menjawab, "Seseorang yang memuji dirinya sendiri." Janganlah engkau terbiasa demikian. Ketahuilah bahwa hal itu akan mengurangi kehormatanmu di mata manusia dan menyebabkan datangnya murka Allah.
6. Mencela.
Jangan sampai mencela ciptaan Allah baik itu hewan, makanan, ataupun manusia. Janganlah engkau dengan mudah memastikan seseorang yang menghadap kiblat sebagai kafir, atau munafik. Karena, yang mengetahui semua rahasia hanyalah Allah. Karena itu, jangan mencampuri urusan antara hamba dan Allah. Ketahuilah bahwa pada hari kiamat engkau tak akan ditanya, "Mengapa engkau tidak mencela si fulan? Mengapa engkau mendiamkannya?" Nabi SAW sendiri tidak pernah mencela makanan yang tidak enak. Jika beliau berselera dengan sesuatu, beliau memakannya. Jika tidak, beliau tinggalkan.
7. Mendoakan Keburukan Bagi Orang Lain.
Peliharalah lidahmu untuk tidak mendoakan keburukan bagi makhluk Allah. Jika ia telah berbuat aniaya padamu, maka serahkan urusannya pada Allah. Dalam sebuah hadits disebutkan, "Seorang yang dianiaya mendoakan keburukan bagi yang menganiaya dirinya sehingga menjadi imbang. Kemudian yang menganiaya masih memiliki satu kelebihan yang bisa ia tuntut kepadanya pada hari kiamat". Bersabarlah dan doakanlah kebaikan untuk orang lain.
8. Bercanda, Mengejek dan Menghina Orang.
Peliharalah lidah dalam kondisi serius maupun canda karena ia bisa menjatuhkan kehormatan, menurunkan wibawa, membuat risau, dan menyakiti hati. Ia juga merupakan pangkal timbulnya murka dan marah serta dapat menanamkan benih-benih kedengkian di dalam hati. Karena itu, jangan bercanda dengan seseorang dan jika ada yang bercanda denganmu, jangan kau balas. Berpalinglah sampai mereka membicarakan hal lain.
Demikian wasiat berharga Imam Al-Ghazali tentang bahaya laten ketika seseorang tak menjaga lidahnya. Wallahu A'lam Bisshowab.

Komentar

Mulailah Dengan Bismillaahirrahmaanirrahiim

KIAI AS'AD, QASHIDAH ISTIGHATSAH DAN RASULULLAH

Jelang hari kelahiran Baginda Nabi, kebiasaan Kiai As'ad bin Syamsul Arifin yaitu mengumpulkan seluruh santri dan diberi wejangan, salah satu diantaranya ialah "Kalian membersihkan pondok dan mengecat kamar, jangan salah niat, niatkan menghormat RASULULLAH SAW". Dalam tahun 1988 diacara maulid yang dihadiri tiga Muballigh Kenamaan -KH.Syukron Makmun -KH.Abdul Mujib Ridlwan dan -KH.Zainuddin MZ.  Diawali dengan pembacaan Qashidah Istighatsah yg dipimpin langsung oleh Kiai As'ad. Begitu Ya Arhamarrohimin dibacakan, tiba-tiba suaranya meninggi dan menjeritkan kata "RASULULLAH RABU (HADIR)" . Kontan saja semua hadirin, histeris. TANBAHAN: Kisah ini dari berbagai sumber: sejumlah santri konah (lawas) *Semoga Allah selalu memuliakan Ulama serta perawi diatas dan kita bisa meneguk hikmah dari kisah ini.

Prof. Dr. Quraish Shihab Merasa Belum Layak Dipanggil "Habib"

Secara harfiah, habib berarti “orang yang mencintai”. Meski demikian, menjadi habib tidak sesederhana arti harfiahnya. “Pengertiannya bukan hanya orang yang mencintai, tapi termasuk orang yang dicintai, Al-Mahbub,” kata Habib Ahmad Muhammad bin Alatas, Ketua Maktab Nasab Rabithah Alawiyah --organisasi pencatat silsilah habib di Indonesia. Tak sembarang orang bisa jadi habib. Ini bukan gelar yang datang dari langit atau panggilan biasa. Habib ialah gelar yang disematkan kepada orang-orang yang punya pertalian darah, yang memiliki garis keturunan, dengan Nabi Muhammad. Bahkan tak cuma itu. Menjadi habib bukan perkara mudah. Ada kriteria dan mekanisme yang harus dipenuhi. Mereka mesti menyerahkan daftar silsilah turunan Rasul hingga tujuh tangga keluarga ke atas. Berbagai syarat administrasi pun wajib dipenuhi. Semua itu diatur oleh Rabithah Alawiyah. Habib, di kalangan Arab-Indonesia, lebih menjadi titel kebangsawanan orang-orang Timur Tengah kerabat Nabi Muhammad SAW --d

Mulailah Dengan Bismillaahirrahmaanirrahiim

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang . Indera pengucap membacanya dan hati menghadirkan rasa diKasihi diSayangi, sehingga diri, benar-benar merasakan belaian Kasih SayangNya. Waktu kita hendak tidur bacalah Bismillahirrahmanirrahim dan bawalah hati ini larut dalam rasa bahwa Allah sejak seharian kita beraktifitas sampai detik tidur menjelang, IA-lah yang senantiasa menjaga kita hingga mata ini terpejam menyelam dalam mimpi-mimpi malam dan setibanya waktu terjaga, rasakanlah kembali dalam syukur atas nikmat tidur dan lagi-lagi Allah-lah yang telah menghidup bangunkan kita kembali dari kematian sesaat. Kemudian Saatnya waktu makan minum, bacalah Bismillahirrahmanirrahim lalu ajaklah hatimu untuk merasakan betapa dahsyat hebatnya sifat Rahman Rahim Allah yang tetap mempercayakan sekian titipanNya berupa mata masih bisa jelas melihat hidangan, indera pencium masih aktif mendeteksi aroma, tangan juga mampu menggenggam, mengangkat terus menghantar makananminum

Rasulullah Lupa Bilangan Raka'at

Ilustrasi Benar adanya bahwa Rasulullah juga pernah lupa. Cerita ini berawal   ketika Rasulullah menjalankan shalat Isya bersama para sahabatnya di Masjid Nabawi. Beliau bertindak sebagai imam. Ketika semuanya sudah siap, Rasulullah memulai shalat dengan takbiratul ihramdan mengakhirinya dengan salam. Setelah shalat, Rasulullah berdiam diri di dalam masjid. Hingga saat ini, beliau belum menyadari kalau rakaat shalatnya kurang. Para sahabat yang menjadi makmumnya menjadi bingung. Mengapa Rasulullah shalat Isya dua rakaat? Padahal status mereka tidak musafir. Mereka menjadi menerka-nerka; apakah Rasulullah lupa atau memang ada wahyu yang baru turun dan merevisi jumlah shalat Isya menjadi dua rakaat? Di tengah kebingungan dan kebimbangan para sahabat itu, seorang sahabat yang dijuluki Dzul Yadain –karena tangannya berukuran panjang- mendatangi Rasulullah. Dia lalu bertanya kepada Rasulullah perihal shalat Isya yang dua rakaat itu. “Wahai Rasulullah, apakah engkau tadi memang

ABDUL AZIZ AKAN SEGERA MEREVISI DISERTASINYA YANG KONTROVERSIAL

Abdul Aziz, Mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga, yang membuat disertasi berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur Sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Marital” akhirnya angkat bicara. Ia meminta maaf kepada publik atas disertasinya yang kontroversial tersebut. Abdul Aziz berjanji akan mengikuti prosedur kampus selanjutnya, termasuk merevisi tulisannya sesuai rekomendasi dari para penguji. “Saya akan merevisi disertasi tersebut, berdasarkan kritik dan saran dari para promotor dan penguji dalam ujian terbuka, termasuk mengubah judul disertasi ini. Perubahan yang akan saya lakukan ada pada judul menjadi ‘problematika konsep Milk al Yamin dalam pemikiran Muhammad Syahrur’ dan menghilangkan beberapa bagian yang kontroversial di dalam disertasi,” katanya saat konferensi pers di UIN Sunan Kalijaga, Selasa (3/9) disertasi mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Aziz, menjadi buah bibir di kalangan para pemikir dan aktivis Islam. Banyak pertanyaan menyusul diloloskannya k

YUK SHOLAT BERJAMA'AH : ADA 7 KEUTAMAAN YANG KITA DAPAT

Shalat Fardhu Secara Berjamaah bukan saja penting, tetapi lebih merupakaan suatu keutamaan yang luar biasa bahkan besar pahala sekaligus manfaat serta keberkahan yang Allah langsung menggaransi bagi para pelakunya. Yuk langsung aja kita baca dan perhatikan dengan seksama. 1. Allah SWT akan melipatgandakan pahala bagi mereka yang melaksanakan sholat secara berjama’ah Rosulullah sholallahu Alaihi Wassalam bersabda : صَلَاةُ الرَّجُلِ فِي الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي بَيْتِهِ وَفِي سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ تَزَلْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ Artinya “ Shalat seorang laki-laki dengan berjama

JELANG MOMENTUM KEMERDEKAAN (2)

Di usia yang ke 72 tahun, Indonesia sudah layak - menjadi Negara bangsa (nation state) – setara dengan Negara-negara besar lainnya. Dengan potensi alam dan hutan gemah-geripah loh jinawi beserta kayanya flora, dengan potensi laut berikut sungai yang membentang luas beranugerah fauna dan terumbu karang. Belum lagi anugerah potensi anak-anak bangsa yang Adagium “Bangsa yang besar ialah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya.” Ungkapan diatas akan selalu relevan terutamakali bila kita membuka kembali lembaran sejarah dari sekian perjalanan bangsa ini. Tentu saja kita masih ingat dari apa yang telah kita pelajari melalui sekolah ataupun kesaksian para pelaku sejarah mengenai pengorbanan yang sudah pahlawan berikan. Tak tanggung-tanggung raga, bahkan jiwa sekalipun, dengan lapang dada mereka persembahkan demi terwujudnya Negara dan Bangsa yang merdeka. Suatu bangsa yang   sama sekali menjauh dari mental inlander . Suatu bangsa yang tidak menengadah melainkan hanya kepad

JELANG MOMENTUM PERAYAAN KEMERDEKAAN (1)

“BANGSA YANG BESAR IALAH BANGSA YANG MENGHARGAI JASA-JASA PARA PAHLAWANNYA.” Ungkapan diatas akan selalu relevan terutamakali bila kita membuka kembali lembaran sejarah dari sekian perjalanan bangsa ini. Tentu saja kita masih ingat dari apa yang telah kita pelajari melalui sekolah ataupun kesaksian para pelaku sejarah mengenai pengorbanan yang sudah pahlawan berikan. Tak tanggung-tanggung raga, bahkan jiwa sekalipun, dengan lapang dada mereka persembahkan demi terwujudnya Negara dan Bangsa yang merdeka. Suatu bangsa yang   sama sekali menjauh dari mental inlander . Suatu bangsa yang tidak menengadah melainkan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian zaman terus berpola, bergerak dan kian berubah. Di era masyarakat milenial, kita yang hidup di zaman now, tentulah mengalami peristiwa yang berbeda dengan saat-saat perjuangan kala itu. Bila perlawanan tempo dulu mengangkat senjata. Maka tugas kita adalah mengisi kemerdekaan yang ke 72 ini dengan meninggalkan seluruh aktifitas ya